Ta'abbudi dan Ta'aqquli Dalam Pandangan Al-Syathibi
Abstract
Dalam syari’at Islam terdapat hukum-hukum yang bersifat ta’abbudi dan ta’aqquli. Hukum Islam yang bersifat ta’abbudi adalah hukum yang tetap dan tidak pernah berubah, serta tidak dapat di intervensi oleh ijtihad dan penalaran akal manusia. Pada umumnya hukum yang bersifat ta’abbudi terdapat dalam bidang ibadah. Oleh karena itu, ta’abbudi dapat diartikan sebagai ajaran Islam yang bersifat dogmatis, irrasional, dan ghairu ma’qulah al-ma’na (tidak dapat dilacak makna atau illatnya).
Adapun bidang ta’aqquli sebagai salah satu unsur yang terdapat dalam ajaran Islam yang bersifat rasional dan dapat di lacak ma’na dan illatnya (ma’qulah al-ma’na), pada umumnya terdapat dalam bidang mu’amalah (kemasyarakatan). Ajaran ini mengandung unsur dinamis yang memiliki kemampuan untuk menampung berbagai perkembangan dan perubahan, karena watak dalilnya berupa prinsip-prinsip umum dan terbuka menerima berbagai penafsiran, dan memiliki unsur illat dan tujuan hukum (maqashid al-syari’ah).
Ada beberapa kriteria atau ukuran dan patokan yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan ta’abbudi dan ta’aqquli dalam syari’at Islam. Dari sekian banyak kriteria atau ukuran tersebut, agaknya ada ukuran yang merupakan tolak ukur kunci, yaitu apabila ketentuan syari’at menyangkut masalah yang berhubungan dengan sebab dan akibat (kausalitas) dan illatnya tidak dapat diamati dan dijangkau oleh akal, maka ketentauan tersebut dimasukkan dalam ta’abbudi. Sebaliknya ketentuan syari’at yang hubungan kausalitas dan illatnya dapat diamati dan dapat dijangkau oleh akal, digolongkan kepada ta’aqquli.
Al-Syathibi membagi materi hukum Islam menjadi dua bagian, yaitu materi hukum Islam yang berkaitan dengan ibadah, dan yang berkaitan dengan mu’amalah. Kedua materi hukum Islam tersebut mempunyai watak dan sifat yang berbeda. Yang pertama bersifat ta’abbudi, sedangkan yang kedua bersifat ta’aqquli. Dalam konteks ini, al-Syathibi mengembangkan prinsip-prinsip ta’abbudi dan ta’aqquli, dalam kitabnya al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah.